Pada tahun 2016, Rudat telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB/intangible cultureal heritage) Indonesia dari Belitung Timur oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI berdasarkan usulan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Belitung Timur.
Saat ini, seni rudat sering ditampilkan dan dilombakan pada event-event kebudayaan yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Belitung Timur.
Seni rudat merupakan seni gerak dan vokal diiringi tabuhan ritmis dari waditra sejenis terbang, syair-syair yang terkandung dalam nyanyaiannya bernafaskan kegamaan, yaitu puja-puji yang mengagungkan sang maha pencipta, shalawat dan rosul.
Oleh sebab itu, seni rudat dapat diartikan sebagai perpaduan seni gerak dan vokal yang diiringi musik terbangan yang didalamnya terdapat unsur ke agamaan/reliji, seni tari dan seni suara.
Menurut cerita, seni rudat di Belitung Timur dibawah oleh Lailatur Qadri. Beliau berasal dari Kesultanan Pontianak, Lailatur Qadri adalah anak Sultan Pontianak semata wayang yang taat beribadah dan memiliki kemampuan pencak silat.
Suatu masa kerajaan sepi dan tidak terdapat aktivitas seni yang meramaikan suasana kesultanan, Lailatur qadri kemudian diperintahkan oleh sultan untuk mengajar pencak silat kepada warga keraton.
Melihat kepiawaian anaknya dalam beladiri, sultan berpikir untuk menjadikan pencak silat tersebut sebagai rudat (tarian), kemudian seni rudat pun menyebar sampai ke Belitung Timur.
Budaya adalah RUH pada pembangunan sektor pariwisata disuatu daerah, diharapkan potensi seni budaya akan berkontribusi besar terhadap kemajuan pembangunan sektor pariwisata di Belitung Timur.
-
In 2016, rudat had been established as indonesian intangible culture from East Belitung Regency, based on official proposal by the Culture and Tourism Department of East Belitung Regency.
Nowdays, rudat often performed in the tourism event for entertain the guests and tourists that held by the Culture and Tourism Department of East Belitung..